Menggunakan CT scan resolusi tinggi dan pemindaian 3D, para peneliti mengidentifikasi retakan, tambalan mineral, dan fragmen tulang utuh. Setelah menganalisis fitur-fitur anatomis dan ratusan penanda geometris untuk mengukur bentuk tengkorak tersebut, para peneliti akhirnya menyusun kembali potongan-potongan tersebut secara virtual dengan bantuan metode rekonstruksi digital baru. Tim peneliti kemudian menguji akurasi model rekonstruksi tersebut dengan lebih dari 10.000 simulasi untuk memastikan keandalan hasilnya.
Tengkorak hasil rekonstruksi tersebut menunjukkan perpaduan fitur primitif dan turunan. Bentuk tengkoraknya memiliki bagian dahi yang rendah dan datar serta wajah yang menonjol, mirip dengan Homo erectus atau Homo heidelbergensis, spesies manusia purba yang hidup di Afrika dan Eropa sekitar 700.000 hingga 200.000 tahun yang lalu. Namun, bentuk tengkorak "Yunxian 2" juga memiliki fitur tulang pipi yang lebih datar, bagian belakang tengkorak yang lebih lebar, dan ukuran otak yang lebih besar, yakni lebih dari 1.100 sentimeter kubik.
Ciri-ciri ini mirip dengan fosil Homo longi dan fosil Pleistosen Tengah dan Akhir lainnya, sekitar 125.000 hingga 11.700 tahun yang lalu.
Dengan menggunakan "Yunxian 2" sebagai titik acuan, para peneliti membangun pohon keluarga Homo yang komprehensif. Mereka menyimpulkan bahwa perpecahan antara garis keturunan manusia purba terjadi jauh lebih awal dari yang ditunjukkan oleh catatan fosil sebelumnya.