SHARE

Direktorat Rehabilitasi Sosial Korban Bencana dan Kedaruratan (KBK) bekerja sama dengan International Organization for Migration (IOM) luncurkan Buku Pedoman

CARAPANDANG - Kementerian Sosial melalui Direktorat Rehabilitasi Sosial Korban Bencana dan Kedaruratan (KBK) bekerja sama dengan International Organization for Migration (IOM) Indonesia mengembangkan buku Pedoman Teknis Pemberian Layanan Dukungan Psikososial untuk Korban Laki-laki Perdagangan Orang.

Kolaborasi pengembangan buku, sejak tahun 2021 melalui program Ship to Shore Rights South-East Asia yang didanai oleh Pemerintah Uni Eropa itu, sejalan dengan gerak cepat pemerintah dalam memberantas Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).

“Pengembangan buku pedoman teknis untuk korban TPPO menjadi bukti konkret pemerintah serius menangani kasus TPPO,” kata Menteri Sosial Tri Rismaharini yang diwakili Direktur KBK Kemensos Rachmat Koesnadi, dalam Diskusi Publik Layanan Dukungan Psikososial bagi Laki-laki Korban TPPO di Jakarta, belum lama ini.

Rachmat mengungkapkan, dalam penanganannya, kasus TPPO menjadi PR besar bagi Kemensos, mulai dari pendalaman kasus hingga pemberian dukungan moril maupun materil bagi para korban.

“Saat ini, Kemensos tengah menyiapkan layanan terbaik untuk penanganan korban melalui Rumah Perlindungan dan Trauma Center (RTPC), dan Sentra Rehabilitasi Sosial milik Kemensos. Kami memberikan layanan mulai dari rehabilitasi, pembinaan kesejahteraan, psikologis, hingga pelatihan vokasional dan kewirausahaan,” katanya.

Menurutnya, penanganan kasus TPPO menjadi tantangan bagi Sentra Terpadu dan Sentra agar lebih profesional memberikan dukungan psikososial dan masalah sosial, termasuk kesehatan jiwa dan ekonomi korban.



Lebih lanjut, Rachmat menyebut kolaborasi antara Kemensos dengan IOM Indonesia dalam mengembangkan buku Pedoman Teknis Layanan Dukungan Psikososial untuk Laki-laki Korban TPPO diharapkan dapat mendukung upaya rehabilitasi sosial yang mengedepankan prinsip-prinsip HAM, perlindungan korban, sensitifitas gender dan non-stigmatisasi.

Signifikansi Korban Laki-laki
Pada tahun 2023 sampai saat ini, Direktorat KBK telah memberikan layanan terhadap 621 orang korban TPPO dan Pekerja Migran Bermasalah Sosial dengan presentase 54% korban TPPO berjenis kelamin laki-laki dan Pekerja Migran Bermasalah Sosial berjenis kelamin laki-laki sebanyak 56%.

Project Assistance IOM Indonesia Muhammad Yasser mengatakan kejahatan manusia ini menyasar kelompok rentan, baik perempuan, laki-laki, maupun anak-anak. Dalam perkembangannya, tren laki-laki sebagai korban perdagangan orang mulai menunjukkan presentase signifikan.

“Laki-laki teridentifikasi sebagai korban perdagangan orang di beberapa sektor seperti perikanan, perkebunan, pertambangan, maupun sektor domestik,” ujar Yasser.

Data IOM Indonesia periode 2005-2022 menunjukkan, 2.427 pekerja perikanan terjebak dalam situasi perdagangan orang. Mereka terdiri dari Warga Negara Indonesia (WNI) yang menjadi korban di luar negeri, maupun pekerja perikanan asing yang diperdagangkan di Indonesia.

Adapun, pada tahun 2022, Kemensos mencatat sebanyak 485 laki-laki korban TPPO dirujuk Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan (GT PP) TPPO untuk menjalani rehabilitasi sosial di Rumah Perlindungan dan RPTC.

Yasser menambahkan, proses pendampingan terhadap korban laki-laki perdagangan orang seringkali menemui tantangan.



"Tantangan itu kerap ditemui dalam proses identifikasi untuk menggali informasi saat terjebak dalam situasi perdagangan orang, maupun proses rehabilitasi untuk mengikuti rangkaian pemulihan dimana konsultasi adalah hal yang krusial," kata dia.

Salah satu penyintas TPPO asal Bogor, Yusman (44), yang turut hadir pada Diskusi Publik Layanan Dukungan Psikososial bagi Laki-laki Korban TPPO berbagi cerita. Ia mengatakan, kemudahan dalam pengurusan administrasi ketika ingin bekerja ke luar negeri menjadi salah satu hal yang patut dicurigai. 

“Waktu itu, salah satu administrasi wajib yang harus dilengkapi, dipermudah oleh agen. Bahkan, kami bisa tetap berangkat, meski tidak semua administrasi lengkap. Pembuatan paspor juga mudah dan tergolong cepat, hanya tiga hari,” ucap pria yang sempat tergiur mencari peruntungan di Negeri Gingseng, Korea, pada tahun 2020 ini.

Atas kisah yang pernah dialaminya, Yusman berpesan kepada orang-orang yang memiliki angan-angan serupa dirinya agar lebih waspada. Masyarakat diminta tidak mudah tergiur akan kemudahan administrasi yang ditawarkan dari agen.

“Lebih waspada aja, kemudahan dalam administrasi tidak selamanya menjamin kelancaran proses ke depannya. Lebih baik mencoba mencari pekerjaan di negeri sendiri,” pungkas Yusman.

Tags
SHARE