SHARE

Dua fenomena berbeda yang memicu kekeringan itu yakni pemanasan Suhu Muka Laut (SML) di dua wilayah yakni Samudera Pasifik atau El Nino, serta yang terjadi di Samudera Hindia atau Indian Ocean Dipole (IOD).

CARAPANDANG - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyebut Indonesia berisiko mengalami kekeringan akibat dua fenomena alam ekstrem. Musibah kekeringan yang sama diketahui pernah terjadi pada 2019.

Dua fenomena berbeda yang memicu kekeringan itu yakni pemanasan Suhu Muka Laut (SML) di dua wilayah yakni Samudera Pasifik atau El Nino, serta yang terjadi di Samudera Hindia atau Indian Ocean Dipole (IOD).

"Dua fenomena terjadi bersamaan sebagaimana 2019. Ada kejadian El Nino dan IOD positif, di mana El Nino dikontrol oleh suhu muka air laut di Samudera Pasifik, sedangkan IOD positif dikontrol oleh suhu muka air laut di Samudera Hindia," ujar Kepala BMKG Dwikorita Karnawati pada konferensi pers secara daring, Selasa (6/6/2023).

Dwikorita mengatakan bahwa peningkatan indeks suhu muka air laut di dua wilayah itu sesuai dengan prediksi yang sebelumnya disampaikan oleh lembaga tersebut.

Akibat dua fenomena yang saling menguatkan tersebut, lanjutnya, Indonesia bakal mengalami curah hujan di bawah batas normal dan mengarah ke kondisi kering di beberapa wilayah.

"Keduanya pada saat ini mengarah pada kondisi yang mengakibatkan wilayah Indonesia menjadi lebih kering," terangnya.

Secara terperinci, BMKG sebelumnya mengamati data SML di Samudera Pasifik. Lembaga itu mencatat bahwa La Nina, kebalikan dari El Nino, telah berakhir pada Februari 2023. Indeks ENSO yang digunakan untuk mengamati fenomena tersebut lalu menunjukkan bahwa Indonesia memasuki fase netral sepanjang Maret-April 2023.

Namun, memasuki Mei hingga Juni 2023, fenomena terkait dengan suhu muka air luar di Pasifik mengalami perubahan yang mengarah ke El Nino. Akibatnya, suhu atau temperatur di wilayah itu meningkat.

Sementara itu, peluang menguatnya suhu ke level moderat disebut lebih dari 80 persen.

"Itu suhu atau temperatur anomali di Samudera Pasifik semkain meningkat. Sekarang sudah mencapai angka 0,8 dan sudah dekat dengan 1. Kalau menyentuh angka 1, berarti El Nino moderat," lanjut Dwikorita.

Adapun yang terjadi di Samudera Hindia, indeks IOD yang diamati BMKG telag mengarah ke fase positif mulai Juni hingga Oktober 2023.

Dalam paparannya, BMKG mencatat bahwa pada Juli-September 2019 lalu, ketika fenomena serupa terjadi, sebagian besar wilayah Sumatra, Jawa-Bali-NTB-NTT, Kalimantan, dan Papua mengalami curah hujan dengan kategori di bawah normal.

Oleh karena itu, Dwikorita memprediksi dampak yang sama bakal terjadi mulai semester II/2023 atau paruh kedua tahun ini.

"Ini dapat berdampak pada semakin berkurangnya curah hujan di sebagian wilayah Indonesia selama musim kemarau ini. Bahkan, sebagian wilayah akan mengalami curah hujan dengan kategori di bawah normal atau lebih kering dari kondisi normalnya," terangnya.



Tags
SHARE