Rusia melancarkan serangan skala besar terhadap Ukraina Timur atau Donbass pada 24 Februari 2024. Moskow berupaya merebut wilayah itu dengan alasan diskriminasi rezim Kyiv terhadap wilayah itu, yang mayoritas dihuni etnis Rusia, serta niatan Ukraina untuk bergabung bersama aliansi pertahanan Barat, NATO.
Langkah ini pun akhirnya menyeret sejumlah negara Barat dalam konflik, termasuk AS, Inggris, dan sejumlah sekutunya di Eropa. Mereka memberikan bantuan besar kepada Kyiv untuk melawan pasukan Rusia, dan di sisi lain, menjatuhkan ribuan sanksi ekonomi kepada Moskow agar tak memiliki anggaran untuk perang.
Sementara itu, sejauh ini, dinamika di medan perang terus terjadi, dengan militer Rusia baru-baru ini dilaporkan berhasil merebut kota kunci logistik Ukraina, Pokrovsk. Tentara Ukraina di kota itu mengatakan bahwa Rusia mengubah taktik dengan menyerang sisi-sisi mereka alih-alih maju menyerang untuk membentuk gerakan menjepit di sekitar kota.
Di sisi lain, Ukraina juga mengalami kekurangan pengalaman di antara rektrutan barunya. Kondisi ini kemudian menambah tekanan pada brigade terlatih guna menstabilkan garis depan.
"Rekrutan baru terus-menerus memperluas garis depan karena mereka meninggalkan posisi mereka, mereka tidak menahannya, mereka tidak mengendalikannya, mereka tidak memantaunya. Kami melakukan hampir semua pekerjaan untuk mereka," kata Wakil Komandan Batalion Da Vinci Wolves, yang dikenal dengan tanda panggilan Afer.