Timnya berangkat dari keprihatinan atas ketergantungan Indonesia pada bahan baku obat impor. Lebih dari 90 persen bahan sintetis masih didatangkan dari luar negeri. Dari tantangan tersebut, mereka mulai menggali khazanah tanaman lokal, terutama yang tumbuh di sekitar Surakarta dan Tawangmangu. Melalui serangkaian uji in silico, in vitro, hingga uji klinis, timnya menyaring ribuan fitokimia untuk menemukan senyawa paling potensial bagi penyakit metabolik seperti diabetes, obesitas, dan anemia.
Salah satu hasil produk unggulan yang telah mulai dihilirisasi adalah Cur-Ko Smart, suplemen herbal yang terbukti membantu mengontrol badai sitokin pada pasien COVID-19.
“Pasien-pasien yang mengonsumsi produk kami ini mampu menurunkan kadar interleukin dan interferon gamma, sehingga gejala sesak napas dan batuk berkurang,” jelasnya.
Kini, Cur-Ko Smart telah dikembangkan bersama industri farmasi seperti Sidomuncul. Produk ini menjadi contoh nyata hilirisasi riset UNS yang berhasil menembus pasar. Bagi Yuliana, pencapaian ini melebihi komersialisasi, tapi merupakan bentuk kemandirian bangsa dalam menyediakan bahan baku obat.
“Bangsa kita kaya akan sumber daya alam, tinggal bagaimana kita bisa mengolahnya. Riset harus menjadi jalan untuk mengangkat potensi lokal menjadi kekuatan nasional,” tegasnya.
Bone Graft dari Tulang Sapi Setempat